The textile industry is an important economic sector for Indonesia. According to data from the Ministry of Industry, textiles and textile products generated foreign exchange with an export value of US$13.02 billion and absorbed a workforce of 3.65 million people at the end of 2021. As of July 2022, the industry recorded an export value of $6.08 billion, or 5.51% of the country’s total exports. The ministry expects textile exports to reach $14 billion by the end of this year. These numbers place Indonesia one of the world’s top ten exporters of textile and textile products, alongside countries like China (the world’s top textile producer with around half of the global share of textile output), India, the United States, Brazil, and Thailand. Among Indonesia’s main appeals are the generally cost-effective labor that the country provides, as well as its large domestic market. However, Indonesia’s textile industry is also known to be lacking in terms of machinery. Around 70% of machines used in the industry are old and have a 50% less productivity rate, as stated by the Indonesian Textile Association (API) in 2019. Which is why the ratification of the Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) is so important for the textile industry. Formalized just last month by the Indonesian Parliament, the trade pact would allow Indonesia to increase its exports to the 15 member nations of the deal, which include the 10-nation members of ASEAN, as well as to some of the world’s major economies such as Japan and South Korea. More importantly, the trade pact is a significant opportunity for Indonesia to improve its domestic textile industry by way of generating more trade and investment with non-members of the RCEP. According to Sheng Lu, Associate Professor of fashion and apparel studies at the University of Delaware, RCEP members together exported $374 billion worth of textiles and apparels in 2019 (50% of the world’s share) and imported $139 billion (20% of the world’s share). In terms of export destinations, the US imports nearly 60% of its apparel from RCEP members, while EU nations import 32% in that same year, or up 28.1% from 2005. In acknowledging the challenges and opportunities, the Indonesian government has taken efforts to ensure the competitiveness of its domestic textile players. For example, in September 2021, the Ministry of Industry allocated a total of Rp 3 billion for the revitalization of the fabric refinement and printing industry. Most recently, the government prepared another Rp 8.5 billion in financial assistance, out of which around 250 companies participated in the socialization of the assistance. The current landscape of the Indonesian textile industry could be highly lucrative for foreign investors, particularly among suppliers of sophisticated machinery and production equipment, as well as capacity builders. Other positive trends for investors are the country’s improving business climate following the issuance of the Omnibus Law on Job Creation, which introduces some significant reforms on investments and labor laws, as well as the rising purchasing power of the population and the proliferation of e-commerce platforms. To further discuss the matter, EKONID will host a German textile machinery manufacturers Symposium and Business Matchmaking event. To be held from October 10 to 14 October 2022 in Bandung and Solo, Indonesia, the German textile machinery Symposium and Business Matchmaking features a wide variety of textile machinery products, from spinning, knitting, weaving, dye-ing, finishing, and braiding. The leading German players in the textile machinery industry will be presenting their products and technologies in Indonesia. EKONID will also facilitate one-on-one B2B matchmaking and opportunities for networking. This event will provide Indonesian textile companies with the opportunity to source the latest innovative products from Germany.
Pada Indonesia 4.0 Conference & Expo 2022 yang diadakan di Hotel Bidakara pada 24 - 25 Agustus 2022, Siemens menampilkan teknologi advanced planning and scheduling yang memungkinkan industri manufaktur secara efisien melakukan pengelolaan sistem perencanaan produksi, pengurutan dan penjadwalan sesuai dengan lini produk, formula, dan aset produksi. Sektor Dirgantara & Otomotif, Semi-Konduktor & Elektronik, Makanan & Minuman, dan Produk Konsumsi termasuk industri di Indonesia yang sudah siap untuk menerima konsep advanced planning and scheduling. Solusi ini menggunakan perhitungan yang akurat untuk menganalisis dan menghitung jadwal produksi yang dapat dicapai, dengan mempertimbangkan berbagai kendala dan aturan produksi yang memungkinkan industri manufaktur menghasilkan dan mengevaluasi beberapa skenario yang mungkin terjadi. "Kalangan industri pada umumnya tidak dapat bereaksi dengan cepat dan cerdas pada perubahan tanpa adanya alat perencanaan dan penjadwalan. Waktu yang diperlukan untuk membuat jadwal dengan menggunakan lembar kerja dapat memakan waktu berjam-jam atau bahkan berhari-hari dan cukup sulit untuk terus menerus memperbaharuinya. Namun, ada tren baru yang mengarah pada tindakan prediktif dengan menggunakan advanced planning and scheduling sehingga dapat menyinkronkan ribuan sumber data dan menghasilkan jadwal produksi yang lebih akurat,” kata I Putu Agus Sugita, Account Manager Food & Beverage Industry, Digital Industries, PT Siemens Indonesia. Data Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia menunjukkan pertumbuhan industri pengolahan non-migas sepanjang tahun 2021 sebesar 3,67%. Selain itu, industri kimia, farmasi, dan produk obat tradisional melanjutkan tren positifnya dengan pertumbuhan 9,61%. Siemens meyakini bahwa konsep advanced planning and scheduling bisa membantu industri manufaktur untuk memproduksi komponen secara lebih efisien dan pada saat yang sama meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi. Dengan demikian, konsep advanced planning and scheduling bisa membantu sektor industri Indonesia dalam meraih kembali status sebagai motor utama penggerak perekonomian. Siemens juga memberikan kontribusi positif terhadap percepatan implementasi program Making Indonesia 4.0 di Indonesia. Bersama-sama dengan Direktorat Jenderal Industri Agro, Kementerian Perindustrian, kami berbagi pengetahuan dan wawasan mengenai penerapan Industri 4.0 kepada industri makanan dan minuman. Kami mendayagunakan kemampuan, keahlian, dan jaringan global perusahaan untuk mendukung sektor makanan dan minuman Indonesia melalui pengetahuan dan teknologi yang dapat diterapkan sepenuhnya dalam desain produk, lini produksi, operasi, dan pemeliharaan sehingga menciptakan industri manufaktur masa depan yang dapat menjembatani dunia nyata dan dunia maya. Siaran pers, foto, dan materi lainnya tersedia di www.siemens.co.id/press
Bayer memperluas jangkauan program holistik “Bayer untuk Indonesia” (BISA) dengan menyasar 8.000 keluarga tani di Kecamatan Pamijahan, Bogor. Berlokasi di empat desa: Ciasihan, Ciasmara, Gunungsari dan Purwabakti, Bayer akan menjalankan edukasi dan intervensi berkelanjutan kepada masyarakat setempat guna meningkatkan produktivitas lahan dan ekosistem tani, perawatan kesehatan mandiri, perencanaan keluarga, hingga penanggulangan stunting. Pada peresmian program BISA yang berlangsung hari ini (12/8) di Desa Ciasihan, Kecamatan Pamijahan, Bogor, Jawa Barat, turut hadir Kepala Desa Ciasihan, Lilih N., President Director Bayer Indonesia Kinshuk Kunwar, serta Direktur Eksekutif Mercy Corps Indonesia Ade Soekadis. President Director Bayer Indonesia Kinshuk Kunwar menyampaikan, “Sebagai perwujudan dari visi perusahaan, ‘Health for All, Hunger for None’, hingga 2030 mendatang, Bayer di Indonesia berkomitmen untuk meningkatkan kesejahteraan dan kesehatan 4 juta petani lahan kecil, 1 juta masyarakat ekonomi rendah, dan 1 juta perempuan di perkotaan/pedesaan. Program holistik ‘Bayer untuk Indonesia’ yang kami jalankan sejak 2020, berfokus pada bidang pertanian dan kesehatan yang menjadi keahlian Bayer. Pada ranah pertanian, kami berupaya menghadirkan akses terhadap inovasi termutakhir, pengetahuan yang relevan, serta kemitraan, guna meningkatkan pendapatan petani. Sementara, pada ranah kesehatan, Bayer memberikan pelatihan kesehatan mandiri, akses terhadap alat kontrasepsi, hingga edukasi penanggulangan stunting. Bersama-sama para mitra dan dukungan dari pemerintah, kami optimistis mampu berkontribusi meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan petani Indonesia.” Sebelumnya, BISA telah sukses menjangkau 800.000 keluarga petani di 15 provinsi Indonesia. Dampaknya, produktivitas pertanian dari penerima manfaat rata-rata meningkat hingga 20 persen, bahkan menaikkan pendapatan hingga 30 persen. Berbicara tentang produktivitas pertanian yang meningkat, tentu tak bisa lepas dari ekosistem tani yang kuat. Selama 2 tahun penyelenggaraan, 477 Better Life Farming Center (BFLC) atau kios cerdas pertanian telah berhasil dikembangkan, dan 100 pengusaha perempuan tani telah mendapatkan pelatihan kewirausahaan. - Bayer juga telah melatih 100 tenaga kesehatan profesional dengan metode training of trainer sehingga edukasi yang diberikan dapat diteruskan kepada lebih banyak kader kesehatan di area penerima manfaat. Keseriusan Bayer dalam meningkatkan kapasitas kesehatan perempuan, diwujudkan dengan memberikan edukasi dan pelatihan terkait kesehatan perempuan serta pencegahan stunting, dan telah menjangkau 32.146 perempuan. Yang terbaru, implementasi BISA dipusatkan di Desa Ciasihan, Ciasmara, Gunungsari dan Purwabakti, yang berlokasi di Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Terletak di area penyanggah Ibu Kota dan hanya berjarak tempuh 2,5 jam dari DKI Jakarta, masyarakat di wilayah ini masih menghadapi 2 masalah utama terkait pertanian dan kesehatan. Desa Ciasihan, contohnya, petani setempat tengah berhadapan dengan produktivitas yang tidak optimal lantaran keterbatasan lahan dan penggunaan metode pertanian yang masih tradisional. Sementara, pada bidang kesehatan, masyarakat Desa Ciasihan juga mengalami situasi yang tak kalah menantang; dari tingkat kesertaan KB yang rendah, sampai prevalensi stunting yang masih di atas 10%.1Bahkan, fasilitas kesehatan yang tersedia pun sulit dijangkau sehingga berakibat banyak masyarakat yang mencari pengobatan alternatif, seperti ke dukun. “Kami menyambut baik inisiatif BISA dari Bayer, yang memberikan solusi menyeluruh bagi situasi yang kami hadapi. Dengan adanya program ini, warga Desa Ciasihan kini memiliki akses dan juga bekal untuk mengembangkan usaha pertanian sekaligus meningkatkan kualitas kesehatan mereka. Kami berharap inisiatif ini bisa terus dilakukan sehingga hasil yang dirasa bisa lebih optimal dan berdampak pada kesejahteraan dan kesehatan masyarakat desa,” ungkap Kepala Desa Ciasihan, Lilih N. Di Pamijahan, Bayer menargetkan program BISA dapat memberikan manfaat kepada 8.000 petani dan keluarga tani; meliputi pendampingan kepada 2.000 petani lahan kecil dan 1.000 petani dan keluarga tani perempuan, edukasi kepada 10 bidan yang selanjutnya akan melatih 220 kader kesehatan dari 43 Posyandu, serta pengembangan 3 BLFC. Better Life Farming Center merupakan bagian dari ekosistem pendukung pertanian yang Bayer bangun untuk memudahkan petani setempat dalam mengakses teknologi pertanian, serta menjamin keterlibatan mereka dalam mata rantai nilai pertanian. Pendampingan kesehatan yang dihadirkan antara lain perawatan kesehatan mandiri, edukasi kesehatan perempuan dan pembagian alat kontrasepsi, serta edukasi gizi kepada perempuan dan ibu hamil guna mengurangi beban pengobatan di pusat kesehatan dan menanggulangi stunting. Dalam menjalankan BISA, Bayer bermitra dengan Mercy Corp Indonesia sebagai mitra pelaksana, serta mendapat dukungan penuh dari perangkat desa setempat. Direktur Eksekutif Mercy Corps Indonesia, Ade Soekadis menyampaikan, “Setelah berjalan selama lebih dari 2 tahun, program pemberdayaan petani yang dilengkapi dengan intervensi di bidang kesehatan yang mumpuni, terbukti mampu memberikan dampak yang optimal dalam upaya membangun kemandirian desa. Kami percaya, melalui program kolaboratif seperti ini, bersama-sama kita dapat membantu pemerintah untuk membangun masyarakat dan Indonesia yang lebih kuat.”